• "Aku Ada Untuk Mengabadikanmu, Bersamamu Kulihat Dunia Nyata"

    Fotografer Ulul Albab


    Oleh: M.Syarifuddin*

    Manusia dengan segala aspek kemampuan yang dimiliki mempunyai beragam cara untuk mengekspresikannya baik itu dalam segi hoby atau keahlian yang dimiliki, akan tetapi tak jarang dari kemampuan tersebut tidak mempunyai arahan nilai muatan tertentu yang dapat mengantarkan kita untuk lebih mengenal siapa itu Sang pencipta alam semesta, selama ini kita sebagai hamba-Nya mengenal siapa itu Sang pencipta barulah hanya sebatas doktrin-doktrin yang diberikan pada pendidikan formal, non formal ataupun in formal, selebihnya kemapuan untuk kita mencari kebenaran-kebenaran doktrin masih sangat minim. Dalam firman-Nya, Al-Quran surat Ad-Dzariat ayat 56 :

    “Tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”

    Manusia sebagai hamba Allah yang telah diciptakannya beserta seluruh isi alam semesta tak lain ia sebatas seorang budak yang harus tunduk atas semua perintah dari majikan yaitu suatu pengabdian tak terbatas dengan beribadah kepadanya yang mempunyai cakupan makna luas tidak sebatas hanya sebagai makna ritual-ritual saja, Al-Qurthubi mengatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan” dengan cakupan berbagai tugas/beban syari’at yang diberikan kepada manusia (mukallaf) dinamai dengan ibadah; dikarenakan mereka harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan kepada Allah ta’ala. Akan tetapi bagaimana bisa seorang hamba-Nya dapat melakukan printah dengan penuh ketundukan dan kerendahan diri jika ia tak mengenal siapa itu Allah sebagai majikannya selama ini, sebagai sang pencipta alam beserta isinya, oleh karenanya untuk mencapai semua tataran itu dalam beribadah terlebih kita harus mengenal dahulu siapa itu Allah yang telah menciptakan kita, dengan banyak mengenal-Nya dari doktrin-doktrin literatur dan alam sekitar sebagai bukti dari semua hasil ciptaan dan kekuasaan-Nya.

    Manusia diciptakan pasti mempunyai kelebihan masing-masing, dari kelebihan yang dimilikanya itu manusia sudah mempunyai bekal dimana ia dapat mengenal Allah SWT, sekarang tergantung individu masing-masing apakah bisa memanfaatkannya atau tidak, seorang presiden misalnya dengan kemampuan leadernya yang dipercayai oleh jutaan masyarakat untuk menjadi pemimpin sangat bisa untuk lebih mengenal siapa Allah SWT dengan berbagai moment-moment kenegaraan baik itu kunjungan kerja, kunjungan sewaktu dia melihat rakyatnya yang terkena musibah ataupun juga dalam kegiatan yang lain, sudah barang tentu menjadi kesempatan besar untuk dia lebih bermuhasabah akan semua kekuasaan Allah SWT, ataupun tak usah jauh-jauh diri kita sendiripun tak kurang akan kesempatan kita untuk merenungi kebesaran kekuasaanNya, semisal dengan merenungi siapa diri kita ini?, hanya seorang manusia yang terbuat dari tanah, tak mampu hidup jika tanpa adanya udara, air dan semua yang ada disekitar kita bahwa itu semua adalah ciptaan sang Maha Kuasa Allah SWT dimana kita adalah mahluk yang kan tergantung dari semua ciptaanNya.

    Seorang fotografer syarat berkaitan dengan moment-moment indah disekitarnya, sehingga terciptanya sebuah maha karya. Terlebih dari mereka yang bergelut pada alam dan masyarakat akan sangat akrab sekali dengan sisi-sisi lain dari dunia ini yang sebagian dari manusia menggap bosan adanya. Menjadi fotografer handal setidaknya ia tidak hanya cukup peka saja merasakan momen-moment yang ada lalu ia membidik dengan sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya yang diagung-agungkan oleh banyak orang, ia juga harus bisa merasakan sisi-sisi lain dari adanya moment itu, dengan merasakan hadirnya keindahan alam, fotografer bisa membingkainya dengan hati dalam artian dimana transformasi kepekaan moment tidak hanya mengarah pada satu jari saja yang berlanjut pada penekanan shutter tapi hendaknya juga pada fikiran kita yang sejatinya transformasi ini sangat berharga bagi diri seorang fotografer. Semisal seorang landscaper dengan berkecimpunya mereka pada alam ia akan sangat banyak mendapatkan hal-hal baru dari lingkungan kebiasaannya setiap hari, dengan mengamati ragam flora, fauna maupun eloknya sunset dan sunrise seharusnya ia bisa mengenal Allah SWT jauh lebih mudah, dengan berfikir siapa sejatinya pemilik dari alam ini, bagai mana proses penciptaannya, mengapa ia diciptakan, seharusnya sudah jauh lebih dari cukup ia akan bisa lebih dekat mengenal Allah jika semua hal itu benar-benar ia renungkan. Karena tak sedikitpun dialam ini yang bukan milikNya. Begitu halnya juga dari mereka yang akrab dengan moment-moment sosial (Human Interest) sebenarnya mereka tak akan henti-hentinya berucap syukur akan semua nikmat yang telah diberikan kepadanya jika mau merenungkan semua karunia yang telah diberikan, yang mana semua nikmat itu sejatinya belum tentu bisa dirasakan oleh orang lain, contoh dari mereka yang obyek bidikannya adalah korban-korban bencana alam, profil seseorang dengan kondisi fisik yang cacat ataupun juga dari keadaan yang seratus persen memang dibalik yang kita alami, dan juga dari fotografer yang membidik obyek-obyek lain. sudah selayaknya fotografer tidak hanya sibuk mentransformasikan kepekaan-kepekaan moment hanya pada bidikan kamera tapi lebih juga pada hatinya untuk berfikirakan atas semua limpahan nikmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada dirinya. Maka dari itu fotografer sebenarnya tidak cukup hanya mampu bagaimana ia peka dengan moment-moment ataupun pandai mengatur ruang komposisi-komposisi dalam view vinder kamera tapi ia juga dituntut bisa berdzikir, berfikir dan beramal shaleh, sebagi impplementasi dari kegiatan yang dia lakukan, Karena kembali pada hakikat penciptaan kita sebagai mahluknya yang diciptakan tak lain hanya untuk beribadah kepadaNya.


    *Anggota JC DIFOTO X

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Mohon Selalu Kritik & Sarannya Untuk Perubahan Yang Lebih Baik