• "Aku Ada Untuk Mengabadikanmu, Bersamamu Kulihat Dunia Nyata"

    The Journey of Hunting Besar (Part of Hunting Besar XIII The Interesting of Gili Ketapang Island)



    Oleh: Masriatun Ni'mah*

    Jarum jam menunjukkan pukul 08.30 WIB, tepat pada saat itu rombongan mahasiswa yang beberapa diantaranya memakai baju serba hitam tampak seperti Pakaian Dinas Harian (PDH) yang di sisi kirinya terdapat bordiran bendera merah putih, di sisi kanannya bordiran bulat melingkar melambangkan identitas organisasi terdapat tulisan UKM Jhepret Club Fotografi-UIN Maliki serta tak lupa name tag masing-masing di dada bagian kanan, sedangkan beberapa lainnya mengenakan kaos berwarna coklat bertuliskan Hunting Besar Gili Ketapang Island, mereka sedang berkumpul di depan gedung H. Jenderal Soeharto yang lebih dikenal sebagai gedung Sport Center (SC) bagi mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki Malang). Yah, salah satu penghuni gedung yang merupakan markas besar alias mabes bagi beberapa mahasiswa pecinta organisasi intra kampus ini sedang mengadakan program kerja tahunannya. Ialah Unit Kegiatan Mahasiswa Jhepret Club Fotografi (UKM JC), UKM yang menampung minat mahasiswa yang gemar memotret ini sedang mengadakan Hunting Besar (HB). Tampak pula sebagian besar dari mereka menenteng tas dengan ukuran besar mulai ransel hingga carrier tak menjadi masalah berarti, sebab potensi objek yang indah di tempat nan jauh di sebrang pulau sedang dinanti untuk diabadikan dalam tiap mata lensa kamera yang terdapat dalam box kamera yang mereka bawa.



    --------------------------Hari ke 1--------------------------



    Seperti yang dilakukan beberapa panitia dan peserta yang sedang mengikuti pembukaan sekaligus HB XIII yang kali ini diselenggarakan di Pulau Gili Ketapang Kota Probolinggo. Seusai dilepas oleh pembina serta beberapa anggota kehormatan JC mereka harus bersiap menaiki bus menanti perjalanan panjang untuk sampai di pulau kecil. Pukul 14.00 WIB bus sampai di dermaga tanjung tembaga, pelabuhan satu-satunya yang menjadi tempat penyebrangan ke Pulau Gili Ketapang dari kota Probolinggo. Sampai dermaga ini pun rasanya cukup terbayar dengan pandangan yang membelalak mata akan potensi alam yang ada rasa lelah sepanjang perjalanan dengan beberapa kali goncangan serta rem mendadak ketika menaiki bus. Namun, ‘taxi’ menanti untuk dinaiki. Jangan dibayangkan taxi yang akan dinaiki seperti taxi pada umumnya, ber-AC, maupun memiliki argo sebagai billing yang berganti setiap jarak tertentu untuk menentukan tarif atau pun sopir yang berlisensi. Taxi ialah kapal bermotor yang dapat menampung ± 50 penumpang untuk sekali perjalanan. Namun, rombongan kami harus berjubel dengan beberapa penumpang lainnya serta beberapa barang untuk keperluan lima hari ke depan belum lagi barang-barang untuk bakti sosial (baksos) sebab di pundak kami juga terdapat beban untuk memberikan feedback pada masyarakat setelah sekian hari menumpang di kampung orang. Beruntung, kita sudah mendapatkan data tentang apa itu taxi, apabila kita belum tau versi orang Gili Ketapang rasanya cukup perjalanan dengan bus, sebab beberapa JC’ers (sebutan bagi anggota JC) merasakan mual hebat karena mabuk laut. 20 menit ialah waktu yang dihabiskan untuk sampai pada perjalanan di Pulau Gili Ketapang.

    Tiba di Pulau Gili, sebuah labeng saketeng[1] menyambut kami yang bertuliskan Selamat Datang di Pulau Gili. Cukup menerima sambutan hangat dari sebuah gapura, kami segera menuju home stay milik warga setempat untuk melepas lelah maupun menata langsung dekorasi ruangan mulai bendera JC sebagai tanda our area, banner serta spanduk dan tanggung jawab kami terhadap sponsor, salah satunya spanduk EIGER serta tempat tidur , berharap merebahkan tubuh secepatnya.

    Homestay yang kami huni hanyalah rumah yang tak berpenghuni serta usang milik Pak Yayan, lantai dua saja hampir roboh hingga kami dilarang untuk naik meski sekedar melihat-lihat, demi keamanan kami. Sedikit mendapat kabar gembira hampir kebanyakan warga yang bekerja sebagai nelayan sedang melaut, maka acara ramah tamah dan perkenalan yang sudah kita agendakan di tunda hingga esok hari itu artinya waktu digunakan dapat untuk membersihkan diri dari keluh keringat yang membasahi sekujur tubuh, sebab cuaca pantai yang panas dan terik. Seusai mandi kami tak langsung beranjak tidur agar tak menyia-nyiakan waktu, Ketua Pelaksana (Ketapel) segera merapatkan barisan untuk koordinasi guna penyiapan materi dan peralatan yang akan digunakan untuk hunting keesokan hari. Pukul 21.00 WIB waktu yang tepat untuk bergegas tidur, mengembalikan stamina untuk esok hari.



    --------------------------Hari ke 2--------------------------
      

    Waktu 1 jam untuk shalat shubuh dan mandi mulai pukul 05.00 WIB dirasa cukup, hingga pukul 06.00 WIB panitia dan peserta bergegas berangkat dengan kelompok yang sudah dibentuk sebelumnya. Kelompok dibagi 3 berdasarkan kondisi sosiologi maupun geografis di sana, yakni mata pencaharian, lingkungan dan sosial. Tujuan pembagian ini untuk mempermudah penggalian data serta konsentrasi hunting sesuai bidangnya. Namun, hari ke dua masih dikonsentrasikan untuk penggalian data. Meski kami sudah memiliki data primer yang di dapat dari tim survey yang sudah 2x datang ke pulau Gili sebelum pelaksanaan HB, penggalian perlu dilakukan untuk mengenal lebih dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat dengan dibagi sesuai kelompok guna memperkuat data yang dimiliki. Penggalian data sementara berlangsung hingga pukul 12.00 WIB seluruh peserta termasuk panitia kembali ke homestay sekedar untuk ishoma--istirahat,sholat,makan—sebab setelah itu dengan waktu yang tidak ditentukan. Pukul 18.00 WIB seluruh peserta dan panitia sampai di homestay. Lagi-lagi 1 jam untuk ishoma, hampir tanpa jeda, pukul 19.00 WIB kami berkumpul kembali untuk makan bersama sekaligus presentasi data dari tiap kelompok untuk dibahas dalam forum besar, karena meski dibagi dalam tiap kelompok, seluruh anggota wajib memahami data yang tak hanya dari satu sisi namun banyak sisi.

    Untuk melengkapi data yang ada beberapa peserta menemui pelaut untuk menggali data, sebagian tidur . .



    --------------------------Hari ke 3--------------------------



    Hari ke 3 masih sama dengan hari ke 2 di selingi hunting foto kecil kecil an. Tetapi peserta dan panitia lebih fokus ke penggalian data karena banyak data yang belum terlengkapi.



    --------------------------Hari ke 4--------------------------



              Data yang didapat sudah dirasa cukup dan lengkap, maka hari keempat difokuskan untuk hunting foto. Berbekal dari data yang didapat tiap kelompok, pemotretan berjalan lancar karena peserta dan panitia sudah mengenal kondisi dan masyrakat pulau Gili Ketapang.

    Meskipun digitalisasi sudah mewabah tak sepenuhnya kami hunting dengan menggunakan kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR), sebab tiap kelompok juga wajib memakai kamera analog yang masih menggunakan roll film karena kami masih menganggap warna dari sebuah film itu lebih ‘jujur’ ketimbang digital di mana setiap kamera mempunyai standarisasi tone warna.

    Kamera digital yang dilengkapi sensor memang lebih memudahkan seorang fotografer untuk jeprat-jepret sana-sini. Oleh sebab itu, pukul 15.00 WIB seluruh panitia dan peserta langsung melakukan presentasi foto hasil jepretan kamera digital, bisa disebut acara ini merupakan ‘sarasehan mini’ agar kami yang menggunakan kamera DSLR lebih bertanggung jawab terhadap hasil karya --intinya kami tak asal motret--. Selain itu, panitia dan peserta melakukan presentasi foto untuk menentukan mana foto yang layak dan yang kurang untuk diambil lagi keesokan harinya, karena tinggal tersisa 1 hari.

    Mayoritas penduduk yang beragama muslim lebih memilih hari jum’at sebagai hari libur maka acara ramah tamah yang seharusnya berlangsung pada hari pertama mundur sekaligus bakti sosial (baksos), pukul 17.00 WIB pun dilanjutkan panitia untuk menyiapkan acara. Pukul 19.00 WIB bertempat di balai desa pulau Gili Ketapang dimulai perkenalan antara perangkat serta warga desa Gili Ketapang dan panitia serta peserta HB. Dilanjutkan pemaparan kegiatan dan maksud kedatangan rombongan HB UKM JC. Ada pula sesi tanya jawab tentang keadaan dan kondisi pulau Gili Ketapang saat ini. Acara ini berlangsung hingga pukul 22.00 WIB. Acara di tutup dengan makan bersama sekaligus penyerahan barang-barang kebutuhan fasilitas umum penduduk setempat.

    Baksos termasuk dalam run down acara HB, maka bisa dibilang Baksos tak bisa dipisah dari rentetan kegiatan HB. Dana yang kami gunakan pun terpisah dari dana HB beberapa kami dapat dari hasil swadaya mahasiswa yang masih studi, dengan membentuk rombongan, kami blusukan ke tiap kelas berharap tiap mahasiswa menyisihkan sebagian uang saku bulanannya. Ditambah sumbangan sponsor berupa produk untuk warga, di mana lokasi digunakan untuk HB. Kali ini sasaran kami ialah madrasah diniyah[2], masjid-masjid serta fasilitas umum lainnya. Mulai tong sampah, almari cabinet hingga tumpukan buku kita siapkan untuk seserahan baksos.

    Banyak yang kita dapat dalam prosesi hunting kali ini hingga hari terkhir, mulai cerita nyata hingga unsur magis. Nyatanya, secara geografis Pulau Gili Ketapang dulunya merupakan bagian dari Kota Probolinggo karena debit air laut yang semakin meninggi sebab pemanasan global, bencana dan sebagainya, lambat laun pulau ini menjauh dari kota Probolinggo. Sedangkan menurut cerita turun menurun masyarakat Pulau Gili terpisah dari Kota Probolinggo karena peperangan hebat antara dua pendekar sakti, pendekar yang kalah pun diusir dengan diasingkan di Pulau Gili yang dipisahkan dari Kota Probolinggo dengan sebuah tongkat yang dipukulkan di tanah oleh pendekar yang menang. Serta kami mendapati gua kucing yang merupakan gua pertapaan Syekh Maulana Ishak, yang masih kerabat dekat Sunan Ampel.

    Selain itu, kita mendapati fenomena-fenomena menarik lainnya. Salah satunya yang menarik ialah, apabila kambing yang merupakan hewan herbivora jelas makan rumput, di Pulau Gili, kambing makan sampah, kucing makan rumput padahal ikan bergelimpah ruah di pesisir pulau ini.



    --------------------------Hari ke 5 (terakhir) --------------------------



    Pukul 03.00 WIB sebagian panitia dan peserta packing pulang ke Kota Malang, sebagian masih ada yang memanfaatkan waktu pulang untuk memotret melengkapi hasil yang dirasa kurang. Pukul 08.30 WIB pun seluruh panitia berkumpul untuk berpamitan terhadap tuan rumah, Pak Yayan serta penduduk pulau Gili Ketapang. Kepulangan panitia dan peserta lebih dipercepat karena kondisi ombak yang terbilang ‘ganas’, trauma keberangkatan hari pertama ke Gili cukup menjadi pengalaman untuk kami.

    Setelah berpamitan dan berfoto bersama di dermaga panitia dan peserta segera menaiki taxi yang sudah menanti. Pukul 10.00 WIB panitia dan peserta rombongan tiba di bibir Pelabuhan Tanjung Tembaga kota Probolinggo. Di sini kami harus masih menunggu 2 jam menanti kedatangan bus. Pukul 12.00 WIB bus tiba dan kami dengan sirgap menaiki bus menuju arah pulang ke kampus, pukul 15.00 WIB tibalah kembali di kampus hijau, UIN Maliki.






    *Anggota JC DIFOTO XII

    [1] Labeng dalam bahasa madura ialah pintu, namun labeng saketeng ialah gapura


    [2] Sekolah informal yang khusus mengajarkan pelajaran agama islam

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Mohon Selalu Kritik & Sarannya Untuk Perubahan Yang Lebih Baik